DILEMA GENERASI MUDA, PILIH KABUR ATAU BERTAHAN?

-


LPM Gelora Parrhesia, Curup 26 Februari 2025 - Fenomena generasi muda Indonesia yang memilih untuk tinggal dan bekerja di luar negeri semakin marak. Alasan utama yang sering dikemukakan yaitu peluang karier yang lebih baik, kualitas hidup yang lebih tinggi dan kebijakan di negara asal yang tergolong kurang bijak.

Terlihat dari ramainya hashtag #kaburajadulu yang berseliweran di media sosial. Hal ini tidak bisa dianggap remeh sebab akan berdampak besar. Keresahan anak muda bertambah lagi dengan upah per-bulan yang rendah. Tagar #kaburajadulu semakin menonjol sebagai bentuk protes dan ajakan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Jika fenomena ini banyak diikuti tentunya akan membuat berkurangnya kecintaan terhadap tanah air di kalangan anak bangsa. Indonesia berisiko kehilangan putra-putri terbaiknya. Pemuda yang seharusnya mampu membawa negeri ini menuju kemajuan. Hal ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan ketidakadilan di dalam negeri, serta efisiensi anggaran yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat dan merugikan berbagai sektor. Misalnya, pemangkasan dana di sektor pendidikan serta berkurangnya lapangan pekerjaan.

Bukankah negara memerlukan tenaga muda yang kreatif serta produktif untuk menjaga roda ekonomi serta nilai-nilai kebangsaan. Sebagaimana yang terpaut dalam sumpah mahasiswa yang dilansir dari deepublishstore.

"Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu tanah air tanpa penindasan."

"Kami mahasiswa bersumpah, berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan."

"Kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan."

Potensi sumber daya manusia akan terancam. Dan apa jadinya negeri ini ke depannya? Bukankah akan berdampak pula pada kemajuan sektor-sektor penting tanah air, seperti pendidikan, teknologi dan industri. Apakah anak muda Indonesia akan banyak mengikuti fenomena kabur aja dulu? Bagaimana nasib bangsa ini jika pemuda memilih hal demikian?



_________________________________________________________________________________


Penulis: NA & YH
Editor: CA & AA

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

-
Gambar
  Profil Singkat Lembaga Pers Mahasiswa Gelora Parrhesia IAIN Curup April 2nd, 2023 REJANG LEBONG_Parrhesia.id- Lembaga Pers Mahasiswa Gelora Parrhesia merupakan sebuah lembaga pers mahasiswa Instititut Agama Islam Negeri Curup dan bergerak secara Independen, lembaga ini berdiri pada tanggal 15 september 2022 yang  bermotokan “Media yang Berintegritas, Sosialis, Kritis, dan Demokratis, serta mengakar dalam menlingkar”. Sebuah Lembaga Pers Mahasiswa, yang berdinamika dalam ruang kontruksi wacana dari tiap-tiap mahasiswa dan kegiatan-kegiatan Jurnalistik. Mahasiswa sebagai generasi penerus dan sumber daya manusia yang sangat diharapkan kiprah dan keberadaannya di tengah kehidupan bermasyarakat, di samping mendapatkan ilmu dari kegiatan belajar mengajar atau  perkuliahan dari tiap-tiap jurusan yang sesuai dengan keinginan masing-masing, tentu memerlukan komunitas sebagai ajang pengembangan diri untuk menyalurkan minat dan bakat serta bersosialisasi dan berinteraksi, gun...
Baca selengkapnya

Laki-Laki Juga Butuh Ruang Aman; Maskulinitas Bukan Soal Dominasi #PojokTulisan

-
Gambar
  Beberapa waktu belakangan, linimasa media sosial saya dipenuhi oleh video laki-laki yang menangis dengan sembunyi-sembunyi di balik helm ojek online-nya, di meja kasir swalayan, atau di belakang pintu dapur restorannya. Sebagian makan sendirian sambil menahan tangis, sebagian lain mencurahkan perasaan dalam sunyi, seolah mereka hanya bisa menangis ketika dunia sedang tidak melihat. Tangis itu bukan hanya ekspresi kelelahan fisik, tetapi juga tekanan emosional yang tak sempat diucapkan. Dari video-video itulah, saya mulai bertanya-tanya: mengapa begitu banyak laki-laki yang terlihat kuat di luar, justru tampak rapuh saat sendiri? Fenomena ini bukan sekadar potret kehidupan yang sulit. Ia mengungkap sisi lain dari maskulinitas yang selama ini dibentuk untuk “tahan banting”, selalu rasional, tidak cengeng, dan seolah tak boleh gagal. Norma sosial membungkus laki-laki dengan baju besi yang tebal, namun di baliknya sering tersembunyi luka, kelelahan, dan kesepian yang tidak punya ruan...
Baca selengkapnya

Siapa yang Berhak Menulis Sejarah? Menyoal Pemutakhiran Sejarah Indonesia di Tengah Kepentingan Kekuasaan #PojokTulisan

-
Gambar
  Apakah sejarah hanya milik mereka yang menang? Jika ya, maka terlalu banyak nama dan kisah yang telah kita kubur bersama ingatan bangsa ini bukan karena mereka tak berjasa, melainkan karena mereka dianggap tak layak dikenang dalam versi penguasa. Akhir-akhir ini lini masa dipenuhi dengan deretan beragam kisah perjuangan berlandaskan kepentingan bangsa, dari tiap-tiap langkah waktu yang telah berhasil kita dan Ibu Pertiwi lalui bersama, wacana untuk memutakhirkan sejarah mungkin adalah langkah yang sungguh bijaksana, guna merawat ingatan atas setiap nyawa dari tiap-tiap nama yang rela mengorbankan diri dan hidupnya demi memuluskan keberlanjutan langkah Nusantara. Namun, hal ini juga menjadi satu hal yang sangat memilukan, apabila menjadi sebuah langkah strategis untuk menciptakan ulang sejarah sekaligus merekonstruksinya di waktu yang bersamaan, dengan menghilangkan beberapa bagian dari rentetan kisah perjalannya, ataupun memutar landscape dibeberapa peristiwa-peristiwa central...
Baca selengkapnya